Pada materi sebelumnya saya telah memposting mengenai pengertian 'ariyah (pinjam meminjam) nah pada kesempatan ini saya akan melanjutkan kembali tentang materi sebelumnya yaitu tentang hukum dari pinjam meminjam itu sendiri. langsung saja kita simak mengenai hukum 'ariyah (pinjam-meminjam).
Hukum
‘ariyah adalah sunnah berdasarkan firman Allah dalam surat Al-maidah ayat 2:
“dan
tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa kepada Allah dan janganlah
kamu bertolong-tolongan dalam berbuat dosa dan bermusuhan.”
Akan
tetapi ‘ariyah itu hukumnya bisa menjadi
wajib, misalnya meminjamkan sebuah kamar atau rumah untuk ditempati bagi
orang yang sedang terkena musibah.
Dan
juga hukum’ariyah bisa menjadi haram apabila barang yang dipinjamkan itu untuk
sesuatu yang haram atau dilarang agama. Karena jalan menuju sesuatu hukumnya
sama dengan hukum yang dituju.
Diantara
hukum-hukum ‘ariyah adalah sebagai berikut:
1. Sesuatu
yang dipinjamkan harus sesuatu yang mubah (diperbolehkan).
2. Jika
mu’ir (pihak yang meminjamkan) mengisyaratkan bahwa musta’ir (peminjam)
berkewajiban mengganti barang yang dipinjam jika dia merusak barang yang
dipinjam, maka musta’ir wajib menggantinya. Jika mu’ir tidak mengisyaratkan,
kemudian barang itu rusak karena sengaja atau bukan karena kesalahan musta’ir,
maka musta’ir tidak wajib mengganti, hanya saja dia disunnahkan untuk
menggantinya. Namun jika kerusakannya hanya sedikit disebabkan karena dipakai
dengan izin tidaklah patut diganti, karena terjadinya sebab pemakaian yang
diijinkan (ridho kepada sesuatu berarti ridho pula kepada akibatnya). Dan jika
barang pinjaman mengalami kerusakan karena kesalahan atau disengaja oleh
musta’ir, maka dia wajib mengganti dengan barang yang sama atau dengan uang
seharga barang pinjaman tersebut.
3. Musta’ir
harus menanngung biaya pengangkutan barang pinjaman ketika ia meminjam dan
mengembalikan kepada mu’ir jika barang pinjaman tersebut tidak bisa diangkut kecuali
oleh kuli angkut atau taksi.
4. Musta’ir
tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Tetapi boleh meminjamkannya
dengan orang lain dengan syarat mu’ir merelakan/ mengizinkan.
5. Pada
tiap-tiap waktu, yang meminjam ataupun yang meminjamkan boleh memutuskan aqad
asal tidak merugikan kepada salah seorang di antara keduanya.
6. Barang
siapa meminjamkan sesuatu hingga waktu tertentu, dia disunnahkan tidak meminta
pengembaliannya kecuali setelah habisnya batas waktu.
0 komentar:
Posting Komentar